Betun, KontasMalaka.com, Sejumlah tokoh agama, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pers meminta Pemerintah Daerah (Pemda) Malaka agar segera membentuk wadah perlindungan terhadap perempuan dan anak. Wadah bersama itu bertujuan menangani dan melindungi, serta berjuang dalam pemenuhan hak perempuan dan anak di Kabupaten Malaka.

Permintaan itu mengemuka dan tertuang dalam rekomendasi yang dihasilkan dalam workshop integrasi isu pencegahan pemenuhan dan perlindungan hak perempuan dan anak dengan mitra kerja dan pihak terkait yang berlangsung di Hotel Nusa Dua Betun, Rabu (22/5/24).

Para tokoh agama yang hadir dalam workshop tersebut di antaranya Romo Bob Ndun Projo, Pendeta Mathelda Yane Tadu, S.Si, Teol, Pendeta Paula A. Loppies, S.Si, Teol, MA. Dari LSM diwakili UPKM/CD Bethesda Malaka, Heny Pesik dan utusan pers, Mans Nahak sebagai Ketua Komunitas Perbatasan (KONTAS) Malaka. Pentingnya wadah tersebut dilatarbelakangi masalah dan kondisi kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi saat ini.

Anthonia Yunri Kolimon, SH dalam laporan panitia pelaksana workshop menyebut jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak di beberapa kabupatan yang terjadi sepanjang tahun 2000-2023 yang ditangani Sanggar Suara Perempuan (SSP) SoE. Di Kabupaten TTS sebanyak 2. 881 kasus. Sedangkan di Kabupaten Kupang sebanyak 4. 838 kasus yang terjadi sepanjang tahun 2003-2023.

“Kondisi dan jumlah kasus ini tentunya tidak jauh berbeda dengan kabupaten lain, termasuk Kabupaten Malaka,” kata Anthonia dalam laporan panitia yang dibacakannya sesaat sebelum workshop tersebut dibuka Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Malaka, Agustinus Nahak, S.Ip.

Dalam konteks Malaka, Area Manager CD Bethesda Yakkum Malaka, Heny Pesik dalam materinya bertema Kekerasan Perempuan dan Anak Situasi Malaka Terkini menyampaikan sejumlah temuan dan masalah yang terjadi di desa di antaranya anak gizi buruk dan stunting, isteri sedang hamil dan memelihara balita, isteri mengidap HIV/AIDS. Masalah lain, kesibukan isteri sampai lupa mengurus rumah tangga dan anak, suami mabuk, judi, hutang, budaya sunat, anak SD dihamili dan pengancaman isteri.

Kanit PPA Polres Malaka, AIPDA Urip Hartami dalam sesi tanya jawab dan diskusi mengatakan penanganan hukum kasus kekerasan perempuan dan anak masih menemui sejumlah kendala. Kendala-kendala itu antaranya kurangnya tenaga psikologi.

Sehingga, dibutuhkan dukungan pemerintah untuk menyediakan tenaga psikologi lewat formasi pengangkatan CPNS dan PPPK. “Kita punya kendala itu. Apalagi jumlah kasus yang cukup banyak. Tahun ini, ada 50 kasus,” lanjut AIPDA Urip Hartami. (pyn)